Telecenter Joko Samudro Gresik Alamat Desa Karangsemanding Kec. Balongpanggang Kab. Gresik Telp. 0317922620 [ Pusat Layanan Masyarakat Berbasis Internet ]

Senin, 28 Oktober 2013

REBANA DARI GRESIK HINGGA MANCANEGARA

GRESIK— Suara alat musik rebana crek-crek brang-brang terasa akrab di telinga saat kita menikmati alunan musik kasidah atau samroh, gambus, seni hadrah atau albanjari.

Rebana yang disebut juga terbang sering di gunakan untuk mengiringi shalawat, barzanji atau juga diba'an. Alat musik jenis perkusi yang untuk membunyikannya harus dipukul dengan tangan itu dibuat di Desa Bungah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Setidaknya ada 40 perajin rebana dan setiap perajin memiliki 5-13 pekerja. Alat musik itu dipasarkan ke Aceh, Kalimantan, Brunei, dan Malaysia.
Di sebagian wilayah, alat musik rebana dipakai untuk mengiringi pemberian nama bayi ketika proses mencukur rambut bayi pertama kali. Jenis musik rebana hampir dikenal di seluruh wilayah Indonesia, salah satunya hadrah.
Musik ini bukan saja berkembang di lingkungan masyarakat pesantren, melainkan juga berkembang ke tengah masyarakat umum. Hadrah merupakan salah satu bentuk seni yang menjadi sarana atau media dakwah dan syiar Islam.
Seni hadrah juga memberikan percik kehidupan bagi para perajin alat musik rebana di Bungah, Kabupaten Gresik, sebagai sentra perajin rebana. Namun, akhir-akhir ini cuaca kurang bersahabat.
Mendung bahkan hujan menyebabkan pembuatan rebana menjadi lebih lama. Bahkan, Imam Bachri terpaksa membuat perapian untuk memanaskan rebana yang dibuat. 
"Biasanya, kalau panas matahari, tidak perlu api dan satu rebana cukup dikerjakan satu orang. Namun, karena kurang panas, kami buat perapian. Pengerjaannya butuh tiga orang. Risikonya jika terlalu panas kulitnya pecah," kata Imam di sela-sela pembuatan rebana di rumahnya.
Kini, dia juga kewalahan mememenuhi pesanan karena pembuatan satu set rebana menjadi lebih lama. Omzet kotor usaha Imam per bulan mencapai Rp 167 juta.
Harga satu set rebana untuk albanjari buatannya Rp 1,5 juta-Rp 2 juta per set lengkap. Satu set rebana untuk hadrah Rp 880.000, satu set rebana untuk kasidah Rp 650.000, satu set rebana untuk marawis Rp 650.000, sedangkan satu set rebana untuk campursari Rp 2 juta.
Untuk membuat rebana, dibutuhkan kayu sebagai rangka atau kelontong. Selain itu, kulit dan kelontong tersebut masih harus disatukan menggunakan pelipit dengan bahan pita atau kulit sebelum dipaku dengan paku pines.
Kekhasan rebana ditambah lagi dengan kencer yang menimbukan bunyi crek-crek dengan bahan baku kuningan atau stainless steel. Setiap rebana dipasangi tiga pasang kencer atau terdiri dari enam buah kencer.
Harga kulit kambing betina Rp 40.000-Rp 60.000 per lembar, setiap lembar bisa jadi dua rebana. Kulit kambing betina dipilih karena lebih lentur, lembut, halus, dan menghasilkan suara yang bagus. Kayu bahan rangka rebana dari mahoni, mangga, jati, nangka, mimba. Namun, yang paling bagus kayu nangka.
Perajin rebana lainnya, M Mukhlis (41), menuturkan, rebana dibuat sesuai pesanan antara yang untuk hadrah, albanjari, dan kasidah dibuat dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Buatan Mukhlis dikirim ke luar Jawa, seperti Kalimantan, Aceh, hingga Brunei, dan Malaysia.
Pembuatan alat musik rebana melibatkan banyak orang, mulai dari penyedia kulit, penyedia kencer yang berbunyi crek-crek dari kuningan ataupun stainless steel. Itu belum termasuk penyedia bahan baku kayu, paku pines, dan pelipit dari pita atau kulit perekat, dan tukang bubut kayu.
Selain dibuat sebagai alat musik, rebana dari Gresik juga dibuat suvenir dalam ukuran kecil yang dijual di sekitar lokasi wisata ziarah makam Sunan Giri atau Maulana Malik Ibrahim di Gresik.
Meneruskan tradisi
Para perajin rebana di Bungah meneruskan tradisi leluhur mereka sejak sebelum masa kemerdekaan. Membuat rebana diwariskan secara turun-temurun dan keahlian ini tidak dimiliki semua orang. Mukhlis memulai membuat rebana sejak tahun 1990 mewarisi keahlian ayahnya, H Khusnan.
Omzet usahanya ini antara Rp 15 juta dan Rp 25 juta. Harga rebana yang dia jual mulai dari Rp 5.000 per buah untuk ukuran suvenir hingga Rp 750.000 per buah. Dalam seminggu bisa dibuat rebana sebanyak 50 buah ukuran sedang seharga Rp 250.000 hingga Rp 400.000.
Penyedia kulit, Abid (34), bisa menjual 15 lembar kulit kambing Jawa per hari. Proses perendaman kulit sampai penjemuran memakan waktu tiga hari, bergantung kondisi cuaca. Sebelum dipenteng (dibersihkan bulunya lalu dibentangkan pada papan dengan paku) kulit direndam dengan apu (kapur).
Kulit yang sudah selesai disamak lalu dijemur. Dia mencari kulit kambing hingga Mojokerto dan Lamongan. Kulit yang bisa dipakai untuk rebana biasanya kulit kambing betina karena mudah dibentuk dan tidak terlalu tebal.
Menurut dia, kadang pemesan juga berbeda-beda. Ada yang menyukai kulitnya putih dengan direndam kapur apu atau yang alami. Bedanya, apabila diputihkan, kulitnya terasa halus dan bunyinya nyaring, tetapi gampang mbledos (pecah). Jika warnanya alami dan kasar, bunyinya kurang nyaring.
Kekhasan rebana ditambah lagi dengan kencer yang berbunyi crek-crek dengan bahan baku kuningan atau stainless steel. Setiap rebana dipasangi tiga pasang kencer atau terdiri dari enam buah. Satu biji kencer harganya Rp 35.000-Rp 60.000.
Fadli biasanya memasok kayu bahan kelontong dari mahoni, mangga, atau nangka. Dia mencari bahan baku kayu dari Menganti, Gresik, hingga Bojonegoro dan Tuban. Untuk ukuran 6 cm x 35 cm x 35 cm dijual dengan harga Rp 6.000 per biji. Adapun ukuran 15 cm x 55 cm x 55 cm dijual dengan harga Rp 55.000 per biji. Bahan baku tersebut harus dibubut dulu dan dibentuk sesuai jenis rebana.
Sama seperti industri rumahan lainnya, keberlangsungan industri alat musik rebana di Bungah terkendala masalah modal dan ekspansi pasar. Saat ini terjadi persaingan tidak sehat antarperajin yang bisa merusak harga rebana, terutama untuk borongan, yang dikirim ke Kalimantan.
Saat ini tercatat ada merek rebana Pandawa, Imam Bachri, AMR (alat musik rebana), Mula, dan H Sanusi.
Mukhlis menuturkan, agar rebana awet harus sering dijemur agar tidak lembab. Biasanya kalau kulitnya kering bisa pecah dan membuat kelontong kayu rebana bisa patah. Apabila sudah patah, rabana tidak bisa dipakai lagi; tetapi mungkin kulitnya bisa digunakan untuk ukuran rebana yang lebih kecil.
Memainkan alat musik rebana mengasyikkan juga. Musik hadrah yang menggunakan alat rebana bisa menyehatkan dan memberi ketenangan jiwa. Bahkan, hadrah bisa mencegah stroke, darah tinggi, dan stres.
Salah seorang tokoh Nahdlatul Ulama, Ahmad Bagdja, saat ada festival musik hadrah di Lamongan, Agustus 2008, menjelaskan, alat musik hadrah berupa rebana dipukul langsung dengan tangan tanpa alat pemukul, tidak seperti halnya gong atau drum yang menggunakan alat bantu untuk membunyikannya.
Tangan yang dipukul, kan, secara teratur dan berirama pada rebana menimbulkan bunyi mengentak-entak. Crek-crek brang-brang crek-crek brang-brang. 
Gerakan memukul berulang-ulang itu membuat peredaran darah di tangan lancar hingga sampai ke otak. Hasil riset menunjukkan, lancarnya peredaran darah membuat badan menjadi sehat dan tidak mudah terkena stroke.
Menrut Bagdja, seni hadrah juga memberikan energi spiritual positif dan memberi ketenangan batin. Lewat syairnya yang mengandung dakwah dan pesan moral bisa menyejukkan jiwa. Terapi musik apa pun memberi rileksasi hingga trance, apalagi kalau bernuansa Islami. Ini bisa mencegah stres dan darah tinggi.
Menurut Bagdja, seni hadrah menjadi media dakwah yang perlu dilestarikan. Hadrah bukan saja berkembang di pondok pesantren, melainkan juga ke kampung-kampung dan kampus-kampus. Seni hadrah yang menggunakan alat rebana bisa menyehatkan raga dan memberi ketenangan jiwa. 

Sumber:kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar