Telecenter Joko Samudro Gresik Alamat Desa Karangsemanding Kec. Balongpanggang Kab. Gresik Telp. 0317922620 [ Pusat Layanan Masyarakat Berbasis Internet ]

Minggu, 23 September 2012

PELATIHAN DAN BELAJAR INFORMASI TEKNOLOGI

Karangsemanding - Satu langkah kedepan telah di lakukan oleh Telecenter Joko Samudro Kab. Gresik yang telah mengadakan suatu pelatihan iT pada hari Minggu, 23 September 2012 pukul 08.00 pagi sampai selesai. Acara yang bertempat di Desa Karangsemanding, Kec. Balongpanggang, Kab. Gresik ini, hadir berkat kerja bareng antara iT Concept Comunity dengan Telecenter Joko Samudro . Pelatihan tersebut dilaksanakan di Pendopo Balai Desa Karangsemanding yang diikuti oleh pecinta iT di wilayah Kec. Balongpanggang dan sekitarnya. Lima dari peserta pelatihan tersebut adalah perangkat Desa Karangsemanding yang sekaligus sebagai pengelola KIM Sentosa Kec. Balongpanggang. Acara tersebut di buka langsung oleh Bpk. Edi Santoso selaku Kepala desa Karangsemanding.

"Saya sangat mendukung dengan kegiatan seperti ini,kalau bisa kegiatan pelatihan seperti ini tidak hanya satu kali saja, dan diharapkan ada pelatihan-pelatihan selanjutnya....!" ungkap Bpk. Edi Santoso, Kepala desa Karangsemanding. Tidak hanya mendukung saja, bahkan Bapak Kepala Desa juga bangga dengan adanya pelatihan ini,karena bisa menambah ilmu dan wawasan kepada warga masyarakat khususnya para pecinta iT.
 
Akhir-akhir ini dunia informasi teknologi telah banya di salah gunakan untuk mengakses hal-hal yang berbau negatif. Untuk itu dengan adanya pelatihan ini, diharapkan agar semua orang bisa mengambil sisi positif  dari internet itu sendiri. Menurut konsep dan jadwal yang direncanakan, materi yang pertama yaitu Office Appication dengan menu  :  (1) Mempercantik dokumen di Microsoft word, (2) Berpacaran dengan Microsoft Excel, (3) Mengenal Microsoft Access. dan di lanjut dengan desain Grafis and Potographic Effect dengan menu : (1) Photoshop untuk Fotografi, (2) Desain grafis dengan Corel draw, (3) Mempercantik BLOG/ WEB. Terakhir materi Software Application yang berisi : (1) Belajar Instalasi Windows, (2) Mengenal aplikasi-aplikasi keren untuk dekstop, (3) Mengenal Windows 8 dan Microsoft Office 2013. (tc.js)

Senin, 17 September 2012

Biji Kangkung Primadona Kabupaten Gresik Tembus Pasar Eksport

Kangkung. Ya, anda mungkin mengenal kangkung adalah jenis tanaman sayur-sayuran yang cukup banyak penggemarnya. Biasanya kangkung ini sebagai pelengkap nasi pecel, urap-urap, sayur asem, cah kangkung, atau sayuran pelengkap bagi sambel sangat pedas.
Namun mungkin belum banyak yang tahu tentang kangkung kosmetik atau kangkung biji. Bentuk hampir sama, tapi kangkung jenis ini ternyata menjadi tanaman yang cukup prospektif dan menghasilkan. Pendapatan petani kangkung biji ini naik 5-6 kali lipat dari tanaman padi, jagung atau kedelai. Karena itulah, kini banyak petani beralih menanam kangkung kosmetik.

Misalnya, Bpk. H. Mustakim, 40, warga Dusun Karangasem, Desa Karangsemanding, Kec. Balongpanggang, Kab. Gresik mengatakan, sejak menanam kangkung kosmetik 18 tahun yg lalu, setiap panen bapak empat anak ini mampu mendapat keuntungan bersih Rp 7 juta perhektar. Harga jual biji kangkung kontrak Rp 11 ribu/kg. Jika menjualnya melalui luar kontrak harganya Rp 8.000/kg.
Selain di Dusun Karangasem, tanaman kangkung kosmetik juga dapat di temukan di sekitar wilayah Kec. Balongpanggang. Sudah lebih dari 18 tahun ini para petani menanam kangkung kosmetik. Disebut kangkung kosmetik karena kabarnya jenis kangkung ini untuk bahan kosmetik. Tapi juga ada yang mengatakan untuk bahan pembuatan olie dan yang pasti, kangkung yang di tanam di Dusun Karangasem ini adalah jenis kangkung kualitas eksport. Jepang, Thailand, Cina dan Belanda adalah tujuan utama tujuan eksport biji kangkung ini.
Daun Kangkung Kosmetik Juga Laku Tak hanya biji buahnya yang laku. Daun kering sisa panennya pun juga ada yang mau. Harganya pun berkisar antara Rp 8 ribu hingga Rp 13 ribu untuk sekarung daun kering padat dengan bobot sekitar 30 kg. Tasrip, salah satu petani yang mengulak sisa panen daun kangkung, di antara warga yang beruntung. Beberapa kali dia mendapatkan keuntungan lumayan dari hasil mengulak sisa daun kangkung kering itu. “Untungnya lumayan sih,” kata Tasrip.

Tapi Tasrip kini mendapatkan saingan baru, karena para pemilik modal ternyata juga meminta sisa daun kangkung kering. Harganya pun bersaing sehingga petani yang dimodali mau tak mau menjualnya ke pemilik modal mengingat sudah ada perjanjian sebelumnya. Petani tak hanya menjual bijinya ke pemilik modal, daun keringnya pun harus dijual ke sana. “Ya nggak masalah, yang penting harganya cocok. Itu menjadi keuntungan tersendiri bagi kami,” kata Nur Hadi salah satu petani kangkung.

Dengan menanam kangkung kosmetik atau kangkung biji, pendapatannya sebagai petani lumayan bagus dibandingkan menanam jagung, tembakau, padi atau tebu. Selain perawatannya mudah, harganya juga signifikan. Ia mencontohkan, sawah seluas seperempat hektar kurang dalam waktu 3-4 bulan memperoleh pendapatan bersih Rp 3-4 juta. “Itu setelah dipotong benih, pupuk dan lain-lain dari pemilik modal atau pengepul,” kata Nur Hadi.

Sedangkan ketika dia menanam padi, hasilnya tidak sebagus menanam kangkung kosmetik. Dengan luas sawah yang sama, saat itu Nur Hadi hanya memperoleh Rp 3 juta kotor alias belum dipotong benih, pupuk, perawatan dan lain-lain. Memang ada sebagian warga yang tidak melanjutkan menanam kangkungnya karena beberapa waktu lalu dihantam anomali cuaca. Mereka banyak yang mengeluh, ketika musim panen tiba dan biji mulai mengering, tiba-tiba turun hujan.

“Hujan yang menyebabkan biji rontok dan tumbuh lagi. Dampaknya hasil panen tidak sesuai harapan, seperti yang dialami beberapa teman petani dari Desa Karangsemanding, akhimya banyak yang menghentikan penanamannya,” ujar Nur Hadi. Meski demikian, di lahan sawah tadah hujan itu warga Keeamatan Balongpanggang dan sekitamya harus kreatif memanfaatkan situasi. Tanpa ada kreativitas maka perkembangan pendapatan mereka dari sawah tidak memadai.(tc.js)

Kamis, 13 September 2012

Pemkab Gresik Bangun IT di Pedesaan

Gresik (beritajatim.com)- Meningkatkan pendidikan berbasis informatika dan teknologi (IT) di daerah pedesaan. Pemkab Gresik membangun telecenter di wilayah perbatasan. Sebagai pilot project-nya pemkab memilih Desa Karang Semanding, Kecamatan Balongpanggang Gresik yang berbatasan dengan wilayah Mojokerto.

"Keberadaan tecenter ini merupakan program kerjasama antara Pemkab Gresik dan Pemprov Jatim dengan menelan anggaran sebesar Rp 200 juta pemprov dan Rp 100 juta dari pemkab," kata Kabag Pengolahan Data dan Teknologi Informasi, Bambang Hadi, Kamis (13/09/2012).

Telecenter yang berbatasan dengan wilayah Mojokerto dilengkapi dengan 8 unit komputer, printer, LCD Projektor, dan kamera digital.

Disinggung mengenai dibangunnya telecenter tersebut. Bambang Hadi mengatakan, saat ini internet atau yang dikenal dengan dunia maya ini  merupakan suatu kebutuhan . Dengan adanya internet di pedesaan akan menambah dan membuka wawasan informsi masyarakat.

Telecenter ini juga menyediakan layanan internet sehat, promosi pemasaran produk daerah setempat, membantu pelajar dan mahasiswa untuk pengetikan, printing dan scaning. "Kami juga memberikan pelatihan dan kursus komputer serta mendampingi masyarakat desa untuk masuk dunia IT," tandas Bambang Hadi.

sumber : beritajatim.com

Jumat, 07 September 2012

MASYARAKAT INDONESIA SEGERA RASAKAN INTERNET CEPAT TAHUN INI


Setelah beberapa waktu lalu dirilis hasil penelitian yang dilakukan google mengenaiai kecepatan internet di Indonesia yang ternyata paling lambat di antara 50 negara.Agaknya  hal itu juga disadari oleh pemerintah, yang saat ini berupaya untuk meningkatkan kecepatan akses internet di Indonesia.

Pemerintah melalui Kemenkominfo,menjanjikan kecepatan internet yang kencang sampai akhir tahun ini. Saat ini memang proyek pemerintah Nusantara Internet Exchange (NIX) sedang dibangun dan sudah mencapai 8 unit dan sudah dioperasikan. rencananya, NiX akan menjangkau 33 propinsi di Indonesia dan ditargetkan selesai sampai akhir tahun ini.
Nantinya kecepatan internet di Indonesia akan meningkat, terutama untuk akses konten yang berada di jaringan luar negeri. Tentunya akan terjadi ketika semua NIX rampung terpasang. Hal ini disampaikan oleh Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang diwakili oleh Woro Indah.

"Setiap NIX terdiri dari 15 server dimana setiap server akan memiliki bandwith 15 terabyte. Setiap server terdiri dari 200 rak", ujar Woro di ITB rabu (25/4)
Fakta ini menjawab pertanyaan banyak pihak mengenai dukungan pemerintah terhadap pengembangan  komputasi awan di Indonesia. Menurut Woro, NIX merupakan Infrastructure as a Service (IaaS) sebagai adopsi komputasi awan di Indonesia.

NIX merupakan Internet Exchange Point (IEP) yang dibiayai dengan dana kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi Dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 21/PER/M.KOMINFO/12/2010,. IEP tersebut merupakan titik di mana routing trafik internet berkumpul untuk saling berinterkoneksi.
Tujuan dibangunnya adalah untuk:
  •          Mengurangi biaya pengiriman trafik nasional dan  internasional
  •    Mendistribusikan trafik internet di wilayah pelayanan universal telekomunikasi, trafik  nasional, dan   internasional.
  •          Mengefisiensikan routing trafik internet.
  •          Mengurangi latency, meningkatkan kecepatan layanan internet.


Pengguna NIX untuk trafik nasional adalah penyelenggara jasa interkoneksi internet (network access point),  penyelenggara jasa akses internet (internet service provider), dan atau penyelenggara sistem elektronik yang memiliki AS Number.
Sedangkan pengguna NIX untuk trafik internasional adalah penyelenggara jasa interkoneksi internet (network access point). dan penyelenggara jasa akses internet (internet service provider)

Berita ini tentu saja menyejukkan kita, sehingga fakta mengenai koneksii internet Indonesia yang paling lambat dapat ditepis. 

Minggu, 02 September 2012

Orang Desa Pun Harus Melek Internet


Oleh Biduk Rokhmani
Sebuah telecenter didirikan di sebuah desa. Awalnya para petani yang buta teknologi informasi dan komunikasi hanya bingung dan tidak mengerti manfaat telecenter secara langsung untuk kehidupan mereka. Bagaimana para infomobilizer dari telecenter ini berupaya membangkitkan minat dan partisipasi masyarakat untuk mengoptimalkan layanan telecenter ini? Berhasilkah mereka? Internet? Apa sih itu?
Ya, seperti itulah pertanyaan yang terus berkecamuk di benak Nur Chadziq (39) yang sehari-hari bekerja sebagai petani di Dusun Pabelan III, Desa Pabelan, Muntilan, Magelang saat tersiar kabar bahwa di desanya akan “didirikan” internet. Layaknya warga desa yang lain, Chadziq pun sama sekali tidak paham tentang internet. Bahkan saat petugas Telecenter e-Pabelan menunjukkan komputer di balai desa, mereka masih bertanya-tanya, lha internetnya mana? Sebab, dalam benak mereka internet itu sebuah benda lain yang bukan merupakan bagian komputer.
Chadziq dan warga Desa Pabelan yang kebetulan mendapat “berkah” telecenter dari proyek Pe-PP (Partnership for e-Prosperity for the Poor) Bappenas-UNDP (United Nations Development Programme), terus saja bertanya, apa sebenarnya manfaat langsung dari internet itu. Butuh waktu yang tidak singkat memang untuk memperkenalkan teknologi yang tergolong sangat asing bagi mereka. Apalagi untuk mengoperasikannya pun diperlukan keahlian khusus yang tentu saja cukup menyulitkan bagi orang-orang seperti Chadziq. Suhardi, seorang infomobilizer yang ditunjuk Bappenas sebagai fasilitator di Telecenter e-Pabelan membutuhkan waktu hampir empat bulan untuk meyakinkan warga desa yang mayoritas berprofesi sebagai petani sawah itu bahwa internet akan dapat meningkatkan taraf hidup mereka menjadi lebih baik. Hingga akhirnya ia berhasil mengajak para petani itu mengakses internet untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi dari “dunia luar”.
Awalnya masyarakat Pabelan sulit membayangkan bahwa sesuatu yang bersifat “maya” alias tidak kasat mata itu bisa membebaskan mereka dari kemiskinan. Bahkan saat telecenter sudah mulai beroperasi mereka masih enggan mendatangi balai informasi berbasis internet tersebut. “Saya pikir balai itu hanya dikhususkan bagi pelajar dan orang-orang yang terpelajar. Jangankan internet, seumur-umur megang computer aja belum pernah. Pertama kali mau megang komputer takut sekali, Mbak, takut meledak atau jangan-jangan nanti malah rusak,” kenang Chadziq sambil tertawa.
Suhardi yang bertugas sejak 1 Juni 2005 harus bekerja keras menyusun program pembelajaran bagi para petani yang benar-benar buta internet. “Telecenter yang difungsikan sebagai balai informasi berbasis internet itu sudah ada, tinggal bagaimana masyarakat miskin di pedesaan itu mau dan mampu mengimplementasikannya,” terang Hardi.
Hal pertama yang dilakukan Hardi membentuk Kelompok Belajar Mandiri Desa (KBMD) di 10 dusun di wilayah Pabelan. Kelompok yang rata-rata terdiri atas 10 hingga 18 orang itu terfokuskan pada kegiatan belajar computer dan penelitian oleh petani (POP). Penelitian itu maksudnya agar para petani belajar tentang berbagai macam permasalahan pertanian dengan cara meneliti kasus-kasus yang seharihari mereka temui secara langsung. “Kita memulai dari hal-hal kecil yang memang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari, karena mayoritas dari mereka berprofesi sebagai petani maka saya juga mencoba mendekatkan mereka dengan permasalahan yang sering mereka hadapi,” jelasnya.
Misalnya, satu kelompok mencoba menanam semangka dengan tiga cara agar mendapatkan hasil tanam yang maksimal. Kelompok yang telah dibagi menjadi tiga kelompok kecil itu akan memperlakukan tanaman mereka secara berbeda dalam hal pengolahan tanah, pemupukan, dan perlakuan bibit tanaman. Dari masing-masing kelompok kecil itu akan diketahui mana yang hasil panennya paling maksimal, baik dari segi kualitas buah maupun jumlahnya. Sepuluh persen hasil POP itu nantinya akan dimanfaatkan sebagai dana abadi untuk simpan-pinjam dan pengelolaan telecenter.
“Untuk mendapatkan hasil yang maksimal kami harus tahu akar permasalahan tanaman itu apa, kalau pohon semangka ini terserang penyakit obatnya apa saja. Agar kami tahu maka kami mencoba mencarinya dengan cara browsing di internet. Soalnya kalau langsung tanya ke took pertanian seringnya dibohongi, Mbak, namanya juga orang jualan kan. Sedangkan kalau cari di internet ada banyak alternatif dan kita sendiri yang akan memilih untuk menentukan kira-kira mana yang paling cocok dengan kondisi tanaman itu,” kata Daryanto (54).
Sekarang, setelah mereka tahu tentang internet dan merasakan manfaatnya, para petani itu menjadi rajin datang ke telecenter. “Sebenarnya untuk kegiatan kelompok belajar ke TC (telecenter-red) sudah dijadwalkan setiap 10 hari sekali selama satu jam bagi masing-masing kelompok. Akan tetapi karena semua jadwal itu berlangsung malam hari dan mungkin mereka merasa masih kurang panjang waktunya, mereka sering datang ke TC di luar jadwal kelompok,” ujar Hardi. Saat ini sebagian besar dari KBMD itu telah menunjukkan hasil yang cukup signifikan. Secara finansial, POP yang mereka lakukan telah membuahkan keuntungan berupa tambahan penghasilan bagi para petani itu.
Selain kelompok tani semangka, cabai, dan padi ada juga KBMD yang beranggotakan khusus ibuibu yang mengupayakan tanaman hias dan sayursayuran untuk POP-nya. “Kami memilih anggrek, adenium, eurphobia, dan tanaman hias yang lain karena perawatannya tidak membutuhkan waktu banyak. Apalagi kalau tanaman hias kan tidak tergantung musim,” tutur Titik Asianti, Ketua KBMD Mawaddah di Dusun Blangkunan Utara, Pabelan. POP tanaman hias itu berlokasi di halaman rumah Uswatun dan menempati lahan seluas 3×6 meter persegi. Saat ini warga Pabelan itu tengah mengupayakan manfaat lebih dari internet, selain sekadar mencari informasi dan sarana komunikasi melalui fasilitas e-mail dan chatting. “Saya pernah iseng-iseng mencoba memasang iklan produk krupuk saya di internet, tapi saya malah bingung sendiri jadinya,” ungkap Muhamad Suyudi (35) dari KBMD Pabelan III.Kebingungan Suyudi tentu saja cukup beralasan. Pasalnya, setelah ia beriklan di internet, dirinya mendapat order pemesanan krupuk yang jauh melebihi kemampuannya. Usaha krupuknya hanyalah produk usaha rumah tangga yang dikelola bersama istri dan anakanaknya dengan modal dan “oplah” yang tidak banyak. Namun adanya respon dari orang luaryang sempat membaca iklannya itu membuat Suyudi dan teman-temannya yakin bahwa internet memang bisa memberi manfaat lebih bagi mereka. Sekarang bahkan ada warga lain yang mempunyai usaha kerajinan sapu ijuk ikut-ikutan mencoba peruntungannya dengan beriklan di internet.
Suhardi boleh berbangga memang, masyarakat desa yang difasilitasinya sekarang ini sudah bisa memanfaatkan sarana teknologi-informasi guna menaikkan taraf hidup dan membebaskan mereka dari kemiskinan. “Sekarang mereka bahkan aktif memromosikan keberadaan telecenter dan internet kepada warga di desa atau wilayah lain, supaya tidak hanya petani Pabelan saja yang melek internet tapi petanipetani yang lain juga bisa memanfaatkan internet,” kata pria yang berasal dari Pacitan ini.
Sebab, lain halnya yang dialami Suti’ah, infomobilizer di Telecenter Semeru di Jalan Raya Pagoan, Kertosari, Kecamatan Pasrujambe, Lumajang. Menurutnya, meski telah hampir setahun lebih telecenter didirikan di sana, minat warga Pasrujambe—terutama petani— untuk berkunjung dan memanfaatkan internet di telecenter masih rendah. “Mungkin karena letak Telecenter Semeru ini di atas bukit, jadi orang-orang malas untuk ke sini. Hanya kalangan pelajar yang menempati persentase pengunjung tertinggi,” keluhnya.
“Saya melihat keberadaan telecenter itu sebagai media yang masih jauh dari kehidupan masyarakat di desa, terbukti dari tingkat kunjungan masyarakat ke telecenter meskipun sudah kita sosialisasikan. Kita sudah berupaya mendekatkan kebutuhan warga yang mungkin bisa terjawab dengan adanya telecenter. Kalau menurut saya, persoalannya terletak pada kultur atau kebiasaan mereka yang merasa telah nyaman dengan kondisi yang ada saat ini, mereka masih enggan berubah,” imbuhnya.
Namun Suti’ah tak kehilangan akal. Ia pun mencoba menginisiasi bentuk teknologi komunikasi lain yang sekiranya bisa disinergikan dengan keberadaan telecenter. Radio komunitas pun dipilih sebagai “jembatan”.
“Setelah melakukan kajian ekologi komunikasi pada warga Pasrujambe. Ternyata dari sisi sejarah, dari waktu ke waktu itu masyarakat memang lebih banyak menggunakan media lokal untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi dari mulai lisan, getok tular, kentongan, kumpulan warga, dan yang paling canggih ya telepon dan televisi. Meski begitu ternyata persentase kepemilikan radio di kalangan warga juga cukup signifikan. Nah dari situ kita gagas radio komunitas ini mungkin bisa menjadi jembatan antara warga dengan telecenter, yang harusnya menjadi media informasi komunikasi masyarakat. Sementara fungsi telecenter kita alihkan dengan keberadaan radio,” ungkapnya. Begitulah, adanya radio komunitas yang beroperasi sejak Agustus 2006 lalu itu menjadi alat ampuh untuk menarik minat warga datang ke telecenter. “Awalnya mereka hanya datang untuk beratensi di radio tapi lama-kelamaan mulai coba-coba mengakses internet, lumayan kan!” ujarnya.

Bermedia Sosial Namun Anti Sosial


13463985461357067625
Ilustrasi, sumber: http://liberateyourbrand.com


Tidak diragukan lagi, kini orang makin lebih sering menggunakan media sosial. Dengan komputer, tablet, smartphone dan ponsel biasa media sosial dapat dijangkau. Biaya langganan internet mobile yang semakin murah membuat cuap-cuap di media sosial semakin menjadi-jadi. Aplagi bagi kalangan tertentu, bermedia sosial memberikan sensasi lebih karena mungkin bisa mencitrakan diri lebih baik dan mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Kita bisa heran, begitu pentingnya media sosial bagi sebagian orang Indonesia khususnya yang terkoneksi dengan internet. Berbagai tingkah polah pengguna media sosial dapat kita saksikan setiap hari. Ada yang hanya sebagai pengguna biasa, menikmati model pertemanan baru yang lebih intim, tetapi berjarak nyata. Ada juga yang ingin berbagai opini, membagi ilmu, berdakwah dan dukung-mendukung calon gubernur.
Interaksi pengguna media sosial, khususnya Twitter yang setiap hari saya ikuti, mungkin sebuah interaksi yang tanpa henti. Sedari pagi, siang, sore, malam hingga dini hari kemudian pagi lagi, media sosial Twitter riuh rendah dengan berbagai kejadian. Ada yang melakukan perang, menjelekkan pihak-pihak tertentu yang tidak disukainya atau tidak disukai oleh orang yang membayarnya. Ada yang berdiskusi serius, membagi ilmu melalui kul-tweet dan masih banyak lainnya.
Sayangnya, kegiatan menggunakan media sosial belumlah disertai dengan pengetahuan yang cukup baik. Banyak kita lihat kelucuan bahkan kebodohan, bahkan dari pejabat sekelas wamenkumham dalam menggunakan media sosial Twitter. Banyak pengguna merasa bahwa cuap-cuap di media sosial itu tanpa sanksi hukum sehingga bisa seenaknya melakukan bullying terhadap orang lain.
Bila kita lihat data yang dikemukakan oleh ICT Watch di tahun 2011 ternyata hampir semua pengguna internet memanfaatkan media sosial yang terdiri dari Facebook, Twitter, Google Plus, YouTube, Flickr, Forum dan Blog sebagai sarana menyalurkan ekspresi. Ini artinya pengguna internet Indonesia sebagian besar  sangat akrab dengan media sosial. Data yang lebih umum dapat kita lihat dari jumlah pengguna Facebook Indonesia yang menempati posisi keempat terbesar di dunia dan posisi kelima di Twitter. Ini artinya sebagian besar mereka yang terkonekasi dengan internet sangat akrab dengan media sosial, seperti Facebook dan Twitter.
Ada hal yang perlu kita kritisi dari keterlibatan pengguna internet dalam media sosial. Data ICT Watch mengungkapkan 68% dari pengguna internet dalam mengungkapkan ekspresinya belum beretika. Ini hal yang sangat penting kita kritisi dan semakin hari, semakin banyak saja kejadian tak beretika yang terjadi di media sosial khususnya.
Mungkin ini namanya zaman kebebasan. Siapa saja yang punya koneksi internet bisa cuap-cuap di media sosial. Bahkan ada indikasi yang mengarah kepada dimanfaatkannya media sosial seperti Twitter sebagai sarana untuk melakukan fitnah. Ini terkait dengan data-data tertentu yang diungkap tentang seseorang tokoh yang mungkin tidak disukai atau memang dibayar untuk melakukan fitnah tersebut. Padahal akurasi data di Twitter tersebut kurang bisa dipertanggungjawabkan.
Tidak beretikanya sebagian pengguna media sosial saya rasa didorong oleh ketiadaan sanksi hukum yang tegas. Jamak kita lihat bila ada penghinaan terhadap seseorang di Twitter, yang dihina lebih menahan diri atau malah membiarkan begitu saja hal tersebut. Mungkin karena sulit juga untuk diklasifikasikan ke mana kasus penghinaan tersebut. Saya rasa meski sudah ada undang-undang ITE, undang-undang ini mungkin belum bisa memayungi kemajuan media sosial yang sangat kencang dua tahun terakhir ini.
Sisi hukum memang selalu tertinggal dibandingkan dengan kemajuan teknologi. Perlindungan bagi pengguna Facebook dan Twitter jika suatu waktu mereka dirugikan hampir-hampir tidak ada yang spesifik sehingga memungkinkan banyak kejadian yang merugikan pengguna. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa jika masih belum ada sanksi hukum yang tegas, kegiatan tak beretika di media sosial akan terus dan terus terjadi dan akan semakin meningkat, terutama bila ada peristiwa penting seperti Pemilu atau Pilkada.
Hal lain yang perlu kita kritisi adalah anggapan terpisahnya dunia maya, dunia media sosial dengan kehidupan keseharian. Mungkin sebagian kita beranggapan kalaupun dihina di media sosial, belum tentu berpengaruh ke kehidupan nyata. Padahal akibat penghinaan tersebut bisa menciderai jiwa dan akan sulit untuk hilang. Untuk itu perlu rasanya kita memahami bahwa kehidupan kita di dunia maya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan di dunia nyata. Makin hari kehidupan di media sosial akan makin memengaruhi kehidupan nyata dan apabila tidak dijaga dengan baik akan memperburuk kehidupan di dunia nyata.
Hal aneh bagi saya, melihat banyak orang bersitegang urat leher untuk mempertahankan opini yang mereka buat. Banyak pengguna Twitter yang saya ikuti melakukan tweet seolah-olah tweet itu adalah kebenaran sejati yang perlu dibela sampai mati. Apa pula sebenarnya pentingnya beropini seperti itu. Jika kita lebih cerdas, ada baiknya menuliskan dalam artikel yang lebih tertata dengan baik dan tentu penuh dengan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
Inilah yang pernah saya tuliskan dulu. Bermedia sosial bagi sebagian besar pengguna, saya lihat bukan lagi sebuah sarana untuk berbagi hal positif. Kesenangan yang diperoleh dalam bermedia sosial membuat penggunanya rela melakukan apa saja, sama halnya ketika hendak memperoleh jatah untuk bercinta, mau melakukan apa saja untuk hal tersebut. Tak heran bagi kita melihat sekian banyak tweet dan update status dalam sehari. Tidak heran sebenarnya ada pengguna media sosial seperti Twitter berani berkata kasar, menjelekkan orang lain untuk menunjukkan keakuannya. Segala cara dilakukan untuk menunjukkan superioritas diri terhadap pengguna lain. Oleh karena pengguna lain pun tidak mau kalah, terjadilah apa yang disebut kekacauan, kegiatan bermedia sosial menjadi kegiatan yang mempertontonkan sesuatu yang di luar akal sehat.
Jadinya media sosial akhirnya membuat penggunanya anti sosial. Bermedia sosial, namun anti sosial